Selasa, 08 November 2016

MAKALAH TOKOH-TOKOH TASAWUF

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhan-Nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya yaitu tobat, zuhud, sabar, shaleh, tawakal, kerelaan (ridha), cinta dan ma’rifat.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui tokoh-tokoh tasawuf.
2.      Mengetahui ajaran-ajaran dari tokoh-tokoh tasawuf.

C.    Rumusan Masalah
1.      Siapa saja tokoh-tokoh tasawuf?
2.      Bagaimana ajaran-ajaran dari tokoh-tokoh tasawuf?











BAB II
PEMBAHASAN


A.    TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN AJARANNYA
Berikut ini beberapa tokoh tasawuf yang terkenal beserta ajarannya, diantaranya:
a.      Hasan Al-Bashri
Hasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Gerakan itulah yang menyebabkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud serta khauf dan raja’.
Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melakukan perintah-Nya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.


b.      Rabiah Al-Adawiyah
Nama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri ke empat dari anak-anak Ismail. Dia adalah seorang zahidah, zahid perempuan yang dapat menghiasi lembaran sejarah sufi dalam abad kedua hijriah. Dia termasyhur karena mengemukakan dan membawa versi baru dalam hidup keruhanian, dimana tingkat zuhud yang diciptakan Hasan al-Bashri yang bersifat khauf dan raja’ itu dinaikkan oleh Rabi’ah ke tingkat zuhud yang bersifat hub (cinta) karena yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa.
Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini dapat diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:
Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,
Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,
Walau mata jasadku tak mampu melihat Engkau,
Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.
Cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia membagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepada Rasulullah SAW, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi melalui syair berikut ini: “Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”.
Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.
c.       Al-Hallaj
Al-hallaj adalah seorang tokoh sufi yang mengembangkan paham al-hulul. Nama lengkapnya adalah Husein Bin Mansyur al-Hallaj. Dia dilahirkan pada tahun 244 H/858 M di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Waisith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya, ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki. Pada tahun 264 H, ia masuk kota Baghdad dan belajar pada Junaid yang juga seorang sufi. Al-Hallaj pernah menunaikan ibadah haji di Makkah selama tiga hari. Dengan riwayat hidup singkat ini jelas bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang cukup mendalam dan kuat.
Hulul merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Hulul berimplikasi kepada bersemayamnya sifat-sifat ke-Tuhanan kedalam diri manusia atau masuk suatu dzat kedalam dzat yang lainnya. Hulul adalah doktrin yang sangat menyimpang. Hulul ini telah disalah artikan oleh manusia yang telah mengaku bersatu dengan Tuhan. Sehingga dikatakan bahwa seorang budak tetaplah seorang budak dan seorang raja tetaplah seorang raja. Tidak ada hubungan yang satu dengan yang lainnya sehingga yang terjadi adalah hanyalah Allah yang mengetahui Allah dan hanya Allah yang dapat melihat Allah dan hanya Allah yang menyembah Allah.
d.      Al-Ghazali
Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn al-Ghazali.Karena kedudukan tingginya dalam Islam, dia diberi gelar Hujjatul Islam. Ayahnya, menurut sebagian penulis biografi, bekerja sebagai pemintal wol. Dari itulah, tokoh sufi yang satu ini terkenal dengan al-Ghazzali (yang pemintal wol), sekalipun dia terkenal pula dengan al-Ghazali, sebagaimana diriwayatkan al-Sam’ani dalam karyanya, al-Ansab, yang dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Ghazalah. Al-Ghazali lahir di Thus, kawasan Khurasan, tahun 1059 M. Ia pernah belajar kepada Imam al-Haramain al-Juwaini, seorang guru besar di Madrasah al-Nizamiah Nisyafur. Setelah mempelajari ilmu agama, al-Ghazali mempelajari teologi, pengetaauan alam, filsafat dan lain-lain, tetapi akhirnya ia memilih tasawuf sebagai jalan hidupnya. Setelah bertahun-tahun menggembara sebagai sufi, ia kembali ke Tus di tahun 1105 M dan meninngal di sana tahun 1111 M.
Di bidang tasawuf, karya-karya Al-Ghazali cukup banyak, yang paling penting adalah Ihya’ ‘Ulum al-Din. Dalam karyanya tersebut, dia menguraikan secara terinci pendapatnya tentang tasawuf, serta menghubungkannya dengan fiqh maupun moral agama. Juga karya-karya lainnya, al-Munqidz min al-Dhalal, dimana ia menguraikan secara menarik kehidupan rohaniahnya, Minhaj al-‘Abidin, Kimia’ al-Sa’adah, Misykat al-Anwar  dan sebagainya.

e. Ibn Arabi
Muhyiddin Ibn Arabi lahir di Murcia, Spanyol tahun 1165 M. setelah menempuh studi di Seville, ia pindah ke Tunis di taun 1194 m, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M ia pergi ke Makkah dan meninggal di Damaskus tahun 1240 M.
Selain sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya kira-kira berjumlah dua ratus lebih. Salah satu buku termasyhurnya adalah Fushush al-Hikam yang merupakan wacana tentang tasawuf.
Inti ajaran tasawuf yang diperkenalkan Ibn Arabi adalah wahdat al-wujud. Wahdat al-wujud terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian, wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Dalam paham wahdat al-wujud ada dua hal yaitu khalq (makhluk) dan haq (tuhan). Menurut paham ini setiap sesuatu punya dua aspek (aspek luar dan dalam). Aspek luar merupakan khalq yang merupakan sifat kemakhlukan, aspek dalam adalah haq yang mempunyai sifat ketuhanan. Dari sini kemudian muncul pemahaman bahwa antara makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya bayang-bayang atau fotokopi dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagaimana diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya, dan oleh karena itu Dia menjadikan alam semesta ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah. Pada saat Allah ingin melihat diri-Nya, Dia cukup melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada di alam ini Allah dapat melihat diri-Nya, karena pada benda-benda alam ini terdapat sifat-sifat Allah, dan dari sinilah timbul paham kesatuan. Paham ini juga mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi sebenarnya satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin: ia melihat dirinya yang banyak, tetapi dirinya sebenarnya hanya satu

Tokoh-tokoh ilmu tasawuf yang tersohor pada zaman dahulu adalah :
1. Ibn Athaillah as Sakandary
Nama lengkapnya Ahmad ibn Muhammad Ibn Athaillah as Sakandary (w. 1350M), dikenal seorang Sufi sekaligus muhadits yang menjadi faqih dalam madzhab Maliki serta tokoh ketiga dalam tarikat al Syadzili. Penguasaannya akan hadits dan fiqih membuat ajaran-ajaran tasawufnya memiliki landasan nas dan akar syariat yang kuat. Karya-karyanya amat menyentuh dan diminati semua kalangan, diantaranya Al Hikam, kitab ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran spiritual di kalangan murid-murid tasawuf. Kitab lainnya, Miftah Falah Wa Wishbah Al Arwah (Kunci Kemenangan dan Cahaya Spiritual), isinya mengenai dzikir, Kitab al Tanwir Fi Ishqat al Tadhbir (Cahaya Pencerahan dan Petunjuk Diri Sendiri), yang disebut terakhir berisi tentang metode madzhab Syadzili dalam menerapkan nilai Sufi, dan ada lagi kitab tentang guru-guru pertama tarekat Syadziliyah - Kitab Lathaif Fi Manaqib Abil Abbas al Mursi wa Syaikhibi Abil Hasan.
2. Al Muhasibi
Nama lengkapnya Abu Abdullah Haris Ibn Asad (w. 857). Lahir di Basrah. Nama "Al Muhasibi" mengandung pengertian "Orang yang telah menuangkan karya mengenai kesadarannya". Pada mulanya ia tokoh muktazilah dan membela ajaran rasionalisme muktazilah. Namun belakangan dia meninggalkannya dan beralih kepada dunia sufisme dimana dia memadukan antara filsafat dan teologi. Sebagai guru Al Junaed, Al Muhasibi adalah tokoh intelektual yang merupakan moyang dari Al Syadzili. Al Muhasibi menulis sebuah karya "Ri'ayah Li Huquq Allah", sebuah karya mengenai praktek kehidupan spiritual.
3. Abdul Qadir Al Jilani (1077-1166)
Beliau adalah seorang Sufi yang sangat tekenal dalam agama Islam. Ia adalah pendiri tharikat Qadiriyyah, lahir di Desa Jilan, Persia, tetapi meninggal di Baghdad Irak.Abdul Qadir mulai menggunakan dakwah Islam setelah berusia 50 tahun. Dia mendirikan sebuah tharikat dengan namanya sendiri. Syeikh Abdul Qadir disebut-sebut sebagai Quthb (poros spiritual) pada zamannya, dan bahkan disebut sebagai Ghauts Al Azham (pemberi pertolongan terbesar), sebutan tersebut tidak bisa diragukan karena janjinya untuk memperkenalkan prinsip-prinsip spiritual yang penuh kegaiban. Buku karangannya yang paling populer adalah Futuh Al Ghayb         (menyingkap kegaiban).
Melalui Abdul Qadir tumbuh gerakan sufi melalui bimbingan guru tharikat (mursyid). Jadi Qadiriyah adalah tharikat yang paling pertama berdiri.
4. Al Hallaj
Nama lengkapnya Husayn Ibn Mansyur Al Hallaj (857-932), seorang Sufi Persia dilahirkan di Thus yang dituduh Musyrik oleh khalifah dan oleh para pakar Abbasiyah di Baghdad oleh karenanya dia dihukum mati. Al Hallaj pertama kali menjadi murid Tharikat Syeikh Sahl di Al Tutsari, kemudian berganti guru pada Syeikh Al Makki, kemudian mencoba bergabung menjadi murid Al Junaed Al Baghdadi,tetapiditolak. Al Hallaj terkenal karena ucapan ekstasisnya "Ana Al Haqq" artinya Akulah Yang Maha Mutlak, Akulah Yang Maha Nyata,bisa juga berarti "Akulah Tuhan", mengomentari masalah ini Al Junaid menjelaskan "melalui yang Haq engkau terwujud", ungkapan tersebut mengandung makna sebagai penghapusan antara manusia dengan Tuhan. Menurut Junaid " Al Abd yahqa al Abd al Rabb Yahqa al Rabb" artinya pada ujung perjalanan "manusia tetap sebagai manusia dan Tuhan tetap menjadi Tuhan". Pada jamannya Al Hallaj dianggap musrik, akan tetapi setelah kematiannya justru ada gerakan penghapusan bahkan Al Hallaj disebut sebagai martir atau syahid. Sampai sekarang Al Hallaj tetap menjadi teka-teki atau misteri karena masih pro dan kontra.





















BAB III
PENUTUP
.
A. KESIMPULAN
Praktek tasawuf sudah ada sejak zaman Rasulullah saw, meskipun istilah tentang tasawuf baru muncul pada akhir abad ke I Hijriah. Istilah tasawuf sendiri terdapat perbedaan tentang asal-usulnya, tetapi yang paling tepat berasal dari kata suf (bulu domba), baik dilihat dari konteks kebahasaan, sikap sederhana para sufi maupunaspekkesejarahan.

.           Adapun tokoh-tokoh terkemuka di dunia tasawuf diantarnya adalah Hasan Basri (w. 110 H), Rabi’ah al Adawiyah (w. 185), Abu Yazid al-Busthami (261 H), Ibn Arabi, al-Ghazali, dan lain sebagainya. Tasawuf juga memunculkan sekte-sekte, yang kemudian dikenal dengan istilah tarekat. Di antara tokoh-tokoh tarekat yang terkenal antara lain Abd. Qadir al- Jailani (471-561 H), Syihabu al-Din Umar Ibn Abdillah al-Suhraardi (539-631 H), Abu Hasal Al-Syadzili (592-656 H), Ahmad Al-Badawi (596-675), dan Muhammad Ibn Bahau Al-Din al-Uwaisi al Bukhary (717-791 H).
B. SARAN
Setelah para pembaca selesai membaca makalah ini, pastilah terdapat banyak kesalahan di dalam penulisan makalah di atas, memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Dosen demi perbaikan makalah yang selanjutnya serta menuju arah yang lebih baik.
Kemudian diharapkan kepada para pembaca untuk pembuatan makalah selanjutnya, agar bisa menambah referensi yang lebih mendukung, karena dalam pembuatan makalah ini penulis hanya menggunakan beberapa referansi saja, hal ini dikarenakan keterbatasan buku referensi yang penulis dapatkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://cintakamiakdarbanafsaj.blogspot.com/2012/05/pembagian-tasawuf-dan-tokoh-tokohnya.html