BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum tugas utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah
terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman
(kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Untuk bisa menghimpun dana
dari masyarakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa
uang yang mereka titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa
memberikan keamanan kepada para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid.
Kajian mengenai likuiditas di dunia
perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan, baik itu oleh pihak
perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana
menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank,
merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut dalam
kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Salah satu
penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup
sehingga tidak mengganggu kebutuhan operasional .
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari Likuiditas ?
2.
Apa saja pengelolaan Likuiditas
dalam Perbankan Syariah ?
3.
Apa saja istrumen Likuiditas Bank Syariah
?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui arti Likuiditas
2.
Mengetahui pengelolaan Likuiditas
dalam Perbankan Syariah
3.
Mengetahui Istrumen Likuiditas Bank
Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas pada
umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk
memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata
lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih baik
yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga.[1]
Likuiditas
adalah kemampuan manajemen
bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajibannya setiap saat.
Dalam kewajiban di atas termasuk penarikan yang tidak dapat diduga seperti commitmen loan maupun
penarikan – penarikan tidak terduga lainnya.[2]
Sedangkan
manajemen liuiditas sendiri memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya
adalah menurut :
1. Duane B
Graddy : “ Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh
masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan ”
2. Oliver G Wood
: “ Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas
secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan
jangka panjang ”.[3]
Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.[4]
Tujuan manajemen likuiditas adalah
1.
Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral
karena kalu tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil dana yang menganggur
karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman
untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat mendesak
misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.
2.2 Pengelolaan likuiditas dalam
perbankan syariah
Fungsi dari
manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada
para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada
saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib
mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya
tersebut.
Dalam bank syariah manajemen likuiditas
secara konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh bank
syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan
kontrak. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah
PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat
mudharabah antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga
dengan akad wadiah. Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank
tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan
SIMA, dan sebaliknya. Jadi pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional
maupun syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah
bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
Untuk
mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang
bisa digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa
mengatasinya dengan cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti
sukuk dan lainnya.
Adapun
instrumen yang harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah :
1.
Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer )
yaitu dalam
kas atau saldo yang ada pada Bank Indonesia atau Bank lain. Dalam dunia
perbankan, primary reserve terdiri dari:
a.
Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM)
Selama ini Giro pada bank sentral
dikenal dengan istilah yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk menitipkan
dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka besarnya
GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3%
dari dana pihak ketiga untuk valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang
memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat
tambahan GWM sebagai berikut:
1)
Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun
s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari
DPK dalam rupiah.
2)
Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun
s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari
DPK dalam rupiah.
3)
Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah. Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan
dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK
dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM.
b.
Kas pada valuta.
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh
bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c.
Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain
bertujuan untuk melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks
L/C, dan lain-lain)
d.
Item-item uang tunai yang masih dalam proses
inkaso.
Alat likuid ini terdiri dari cek
bank sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada
rekening bank pada bank sentral atau bank koresponden.
Tujuan
dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve ( cadangan
primer ) adalah:
a.
Memenuhi reserve requirement yang
ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia.
b.
Memenuhi keperluan operasional bank
sehari-hari.
c.
Penyelesaian kliring antar bank.
d.
Memenuhi kewajiban jangka pendek
yang jatuh tempo.
Dapat
di katakana likuid apabila bank syariah dapat memelihara GWB di Bank Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat memelihara giro di Bank Koresponden
dengan besarnya berdasarkan saldo minimum, dapat memelihara sejumlak kas
secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.[6]
2.
Memiliki Secondary Reserve
Yaitu
cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk
investasi jangka pendek. Kalau merujuk pada bank-bank Islam yang berada di
Bahrain ataupun di kawasan timur tengah, maka kita akan melihat bahwa secondary
reserve yang mereka gunakan adalah berupa pembiayaan perdagangan seperti
mudharaba. Dan kebanyakan menggunakan jenjang waktu yang pendek (short term),
berkisar antara 7 hari sampai dengan 12 bulan .
Adapun cadangan sekunder berupa surat-surat berharga
bisa berupa:
a. Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Peraturan Bank Indonesia no
2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
Adapun
ketentuan SWBI sebagai berikut :
1)
Jumlah dana yang dititipkan
sekurang-kurangnya Rp 500.000.000 dan selebihnya dengan kelipatan Rp
50.000.000,. Jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang
dinyatakan dalam jumlah hari.
2)
Imbalan yang diterima pada saat
jatuh tempo adalah berupa bonus. Besarnya bonus akan dihitung dengan
menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS, yaitu rata-rata tertimbang
dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal
penitipan
Peran
SWBI dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek bagi Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah yang memilikinya adalah bisa digunakan pada saat terjadi kekurangan
likuiditas ketika tidak tersedianya dana dari Pasar Uang ataupun dari Bank
Pusat untuk Unit Usaha Syariah. Sebagai the lender of last resort, Bank
Indonesia dapat memberikan pembiayaan dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka
Pendek bagi Bank Syariah dan SWBI tersebut dapat dijadikan agunan bagi
fasilitas pembiayaan tersebut.
b.
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan
Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga Syariah
Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun mata uang asing.
Sedangkan
Jenis-jenis sukuk yang banyak beredar di pasaran meliputi :
1)
Sukuk ijarah yakni sukuk yang
berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau dapat diwakili
dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri.
2)
Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang
berdasarkan akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan dari kerjasama tersebut akan
dibagikan berdasarkan perjanjian sebelumnya.
3)
Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan
akah musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal
untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau
membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung
bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing masing pihak.
4)
Sukuk istisna’, yakni sukuk
berdasarkan akad istisna’ dimana pihak
menyepakati jual beli dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga,
waktu penyerahan, dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
3. Mempunyai akses ke pasar uang.
Pasar
uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar
modal syariah.
a. Pasar Uang
Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank berdasarkan
Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan
prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. Untuk saat ini,
instrument keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia yakni berupa: Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) .
Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMA ini adalah untuk sarana investasi bagi
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan
likuiditasnya. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA)
didefinikan sebagai sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di
PUAS dengan akad mudharabah.
Adapun karakteristik Sertifikat IMA :
1)
Diterbitkan dengan akad mudharabah
2)
Dapat diterbitkan baik dalam rupiah
maupun dalam valuta asing
3)
Dapat diterbitkan dengan atau tanpa
warkat
4)
Mencantumkan informasi sedikitnya :
nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi
tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir.
5)
Berjangka waktu 1 hari sampai dengan
365 hari
6)
Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo.
b. Pasar Modal
Syariah
Instrument di pasar modal
syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic Index,
Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi pada
saham, maka sukuk dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana
instrument ini dapat dijual di secondary market untuk sukuk dan dicairkan untuk
reksadana syariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah membutuhkan dana
jangka pendek.
c. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank
Syariah (FPJPS)
FPJPS merupakan instrument
terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses
pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek. Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek ini, diberikan hanya kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah
yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun masih memenuhi
persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan.
d. LPS Sebagai
Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
Setiap Bank yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan
LPS. Jenis Bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional,
bank campuran dan bank asing, serta bank konvensional dan bank Syariah. LPS
adalah badan hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan
tanggal 22 September 2004. Pendirian dan operasional LPS dimulai sejak UU LPS
berlaku efektif yakni tanggal 22 September 2005. LPS menjamin simpanan nasabah
bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah
yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. LPS hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut sampai
dengan jumlah Rp 2 milyar sedangkan sisanya akan dibayarkan dari hasil
likuiditasi bank.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Likuiditas pada umumnya
didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk memenuhi
seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Manajemen likuidits bank
Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang
mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.
Fungsi dari manajemen
likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada para
penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat
jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib
mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya
tersebut. Selama ini alat untuk manajemen
likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah)
dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank syariah) dan SWBI
(surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah. Apabila suatu bank
kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa
PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, dan sebaliknya.
Instrument yang
harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah : 1. Memiliki Primary
Reserve ( Cadangan Primer ) . 2. Memiliki
Secondary Reserve.3. Mempunyai akses ke pasar uang.
DAFTAR PUSTAKA
·
Djinarto, Bambang,
Banking asset liability management, (
Jakara : Gramedia Pustaka utamat ), 2000.
·
http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html.
Di akses pada 14 Maret 2016
·
http://risaariani6.blogspot.com/2012/06/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html.
Diakses pada 14 Maret 2016.
·
Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, (
Yogyakarta: Ekonisia ), 2004.
·
Rivai, Veithzal,
dkk. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara.
·
Rusyamsi, Imam, Asset
Liability Managemen : Strategi pengelolaan Aktiva Pasiva Bank,
Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1999.
[1] Bambang Djinarto, Banking asset liability management, ( Jakara : Gramedia Pustak utamat ), 2000,
hlm 15
[2] Veithzal Rivai dan
Aviyan Arifin. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 548
[3] http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html.
Di akses pada 14 Maret 2016
[5] http://risaariani6.blogspot.com/2012/06/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html.
Diakses pada 14 Maret 2016
[6] Imam
Rusyamsi, Asset Liability Managemen : Strategi pengelolaan Aktiva Pasiva
Bank, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1999, hlm.39
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut